Selasa, 24 Desember 2013

KH. Ali Maksum : Kiai Reformis yang Rendah Hati




KH Ali Maksum



“Sesungguhnya Aku diberikan kepercayaan atas kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik dari kalian. Oleh karena itu, jika kalian melihatku melenceng, maka luruskanlah aku, hindarkanlah aku dari kesalahan, dan tegurlah aku sampai ke tempat yang baik....”

Dengan berlinangan air mata pesan ini disampaikan oleh almarhum KH. Ali Maksum di saat dirinya menerima mandat sebagai Rais Am Syuriah PBNU pada 1981 menggantikan posisi KH. Bisri Syamsuri. KH. Ali Maksum diajukan atas usul KH. Achmad Shidiq yang disampaikan dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) ‘Alim Ulama dan Konbes (Konferensi Besar) NU pada 30 Agustus sampai dengan 3 September 1981 di Kaliurang, Yogyakarta.

Dengan kerendahan hatinya beliau hendak menyampaikan rasa tidak cakapnya menempati jabatan tersebut. Karena menganggap masih banyak kiai yang lebih pantas, lebih alim dan berpengalaman dibanding dirinya. Tetapi para kiai terus mendesaknya dan berharap beliau bersedia menerimanya. Dengan harapan dan semangat itulah Gus Dur dan Gus Mus rela menanti di kediaman beliau agar sampai beliau menyatakan kesediaan. Akhirnya beliau menerima keputusan itu dan maqolah di atas adalah pengiringnya. Sedangkan Ketua Umum PBNU diisi oleh KH. Idham Chalid. 

Aku mau jabatan, tetapi agama melarangku menghindari tanggung jawab....” lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta ini.


Juru Damai dan Khitthah

Kiai Ali Maksum dipercaya menjadi Rais Am selama empat tahun, sejak 1981-1984. Masa-masa itu dilalui bukan tanpa hambatan yang serius, sebab masa itu percaturan politik begitu kental di internal kepengurusan NU. “Perseteruan” terjadi pada tahun1982 antara kelompok politik yang dimotori KH. Idham Chalid yang berbasis di Cipete, Jakarta Selatan dengan suara yang menyerukan Khitthah dipimpin oleh KH. As’ad Syamsul Arifin yang dikenal sebagai kelompok Situbondo. Komflik ini dilatarbelakangi dari hiruk pikuk politik waktu itu yang bertepatan pula dengan momentum Pemilu. Tak ingin keadaan ini menjadi bom waktu yang justru menjadi bumerang bagi NU di masa mendatang, KH. Ali Maksum pun bertindak tegas untuk menyudahi komflik yang mencuat ini. Bersama KH. Mahrus Ali, KH. As’ad Syamsul Arifin, beliau meminta KH. Idham Chalid untuk mundur dari jabatannya. Akan tetapi upaya itu kandas. Maka beliaupun mencari jalan lain untuk mempertemukan kutub yang berbeda itu dengan melakukan upaya islah sebagai langkah persuasif.

Ternyata upaya terakhir itu tak mampu untuk meleburkan keduanya. KH. Ali Maksum mengambil langkah dengan me-nonaktif-kan ketua umum tanfidziyah. Dirasa keadaan cukup kondusif, maka kubu KH. As’ad atau yang dikenal dengan kelompok Khitthah menggelar Munas Alim Ulama yang dilaksanakan di Situbondo  pada 1983. Disana dirumuskan konsep kembali ke khitthah 1926. Rumusan reformis yang dinanti pun tercetus pada Muktamar ke-27 pada 1984 dengan kembalinya NU ke Khitthah 1926. Sehingga NU menjadi organisasi kemasyarakatan yang meninggalkan baju politiknya dengan penegasan bahwa NU tidak mempunyai hubungan apapun dengan partai politik manapun. Dari Muktamar ke-27 itu pula beliau diamanahi jabatan sebagai Mustasyar PBNU. Sedangkan Rais Am diamanahkan kepada KH Achmad Shidiq dan ketua Tanfidziyah disematkan kepada KH. Adurrahman Wahid.


Pengembara Ilmu

KH. Ali Maksum mempunyai nama lengkap Ali bin Maksum bin Ahmad. Beliau lahir di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada 15 Maret 1915. Terlahir dari pasangan KH. Maksum Ahmad dan Nyai Hj. Nuriyah binti Zainuddin. Ayahnya adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Soditan. Lasem. Lahir di lingkungan pesantren membuatnya tak bisa lepas dari khazanah ilmu. Pendidikannya pun ia mulia dari ayahnya sendiri yang memang seorang ulama besar.

Ketika mencapai umur 12 tahun beliau dikirim untuk menimba ilmu di pondok pesantren Termas, Pacitan Jawa Timur. Di pesantren besar pimpinan Syaikh Dimyati At-Tarmasi itulah gelagat keilmuan yang menonjol sudah nampak dari dirinya. Pengajian Bandongan yang khusus diikuti oleh santri senior pun ia ikuti, pelbagai kitab karangan ulama kontemporer seperti Muhammad Abduh, Ibnu Taimiyah dll yang tidak biasa dibaca oleh santri ia kaji secara mendalam. Hal ini justru dapat perhatian khusus dari Syaikh Dimyati, karena Ali Maksum muda dianggap mempunyai keilmuan yang mumpuni sehingga kajian kontemprer yang beliau pelajari tidak akan merubah akidah pemahaman agamanya. Sebaliknya hal itu dianggap mampu memberikan spektrum yang luas akan keilmuan Ali Maksum muda.

Dengan kapasitas kelimuan yang beliau miliki akhirnya beliau juga diamanahi untuk mengajar dan melakukan pembaharuan pada sistem pengajarnan pesantren Termas. Selama delapan tahun menimba ilmu di pesantren Termas dengan bekal kelimuan yang cukup mapan beliau kembali ke pesantren Lasem untuk membantu ayahandanya. Tak lama setelah itu, beliau diambil menantu oleh pengasuh pondok pesantren Al-Munawwir Krapyak, KH. Muhammad Moenawwir al-Hafidz al-Mukri.

Sebulan setelah pernikahannya dengan Hasyimah Binti Moenawwir, beliau mendapat tawaran untuk pergi haji dari salah satu seorang saudagar yang dermawan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Kiai Ali Maksum. Beliau berangkat haji sekaligus berguru kepada para ulama Makkah. Diantaranya Sayyid Alwy Al-Maliki, Syaikh Umar Hamdan, dan Syaikh Masyayikh Hamdi Mannan. Setelah pengembaran itu beliau kembali ke tanah Jawa.


Disiplin Tinggi

Sekembalinya dari Makkah beliau meneruskan perjuangan ayahnya dengan memimpin pesantren Lasem. Baru dua tahun memimpin, beliau diminta untuk kembali ke Krapyak untuk memimpin pesantren Krapyak sepeninggalnya KH. Moenawwir. Bersama dengan saudara-saudara iparnya, beliau memimpin dan mengembangkan pesantren Krapyak dengan berbasis kajian Al-Qur’an dan Qiro’ah Sab’ah.

Pada kurun waktu beliau mengasuh pesantren, para santri dididik dengan semangat dan disiplin tinggi. Mereka tidak bisa belajar semaunya, waktu belajar sangat ketat, dari subuh hingga jam sembilan malam. Selain itu, mereka juga harus hafal bait-bait kitab tertentu. Bila tidak sanggup maka sang guru akan menghukumnya sehingga hafal. Begitu juga dengan pelajaran-pelajaran yang sudah diajarkan harus mampu dipahami oleh para santri.
Dari sinilah pesantren Krapyak berkembang dan nama beliau menggema sebagai ulama besar dengan gagasan reformis dan moderat yang terus disosialisasikan ke masyarakat melalui forum-forum pengajian. Dari kepiyawaiannyalah kitab hasil karangan beliau pun hadir untuk menghiasi khazanah keilmuan. Di antaranya Hujjah Ahlussunah Wal Jama’ah, Tasriful Kalimah, Asshorful Wadlih, Risalatus Siyam, Ilmu Mantiq dan beberapa kitab lainnya.

Beberapa hari sebelum beliau wafat, pesantren Krapyak mendapat kehormatan untuk menjadi tuan rumah Muktamar NU ke-28 pada 25-28 November 1989. Seminggu berikutnya, tapatnya 7 Desember 1989 di usia 74 tahun, kiai kharismatik ini berpulang ke rahmatullah. Dengan dihantar ribuan pelayat beliau dikebumikan di peristirahatan terakhir di pemakaman Dongkelan, Bantul Yogyakarta. Meski raganya sudah tiada, tapi ghirah perjuangan dan pengabdiannya sangat dikenang oleh para santri maupun warga NU. (Aula)

----------------------------------

Sumber : diedit kembali dari http://pwnudiy.or.id/content/kh-ali-maksum-kiai-reformis-yang-rendah-hati




Minggu, 03 November 2013

DOA AWAL DAN AKHIR TAHUN






DOA  AKHIR  TAHUN

اللهمَّ مَا عَمِلْتُ فِى هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيتَنَا عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلِمْتَ عَلَيْنَا بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِنَا وَدَعَوْتِنا اِلَى التَّوْبَةِ مِنْهُ بَعْدَ جُرْأَتِنَا عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَاِنّنَا نَسْتَغْفِرُكَ فَاغْفِرْلَنَا بِفَضْلِكَ, وَمَا عَمِلْنا فِيْهَا مِمَّا تَرْضَهُ وَوَعَدْتَنَا عَلَيْهِ الثَّوَابَ, فنَسْئَلُكَ اللهمَّ يَا كَرِيْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالاِكْرَامِ اَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنَّا وَلاَ تَقْطَعَ رَجَائَنَا مِنْكَ يَاكَرِيْمُ. صلىاللهُ عَلَى سيدنا محمدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
“Ya Allah, apa saja yang kami kerjakan pada tahun ini dengan melanggar perintah-Mu dan kami belum bertaubat dan Engkau tidak melupakannya, padahal Engkau kuasa untuk itu. Dan Engkau telah bersantun (dengan kasih sayang-Mu)  setelah Engkau berkuasa memberikan siksa kepada kami  dan Engkau telah mengajak kami untuk bertaubat sesudah kami berani melakukan maksiat. Karena itulah ya  Allah, kami mohon ampunan-Mu, dan berilah ampunan kepada kami dengan anugerah-Mu. Ya Allah, segala apa yang telah kami kerjakan selama tahun ini, berupa amal perbuatan yang telah Engkau ridhai dan Engkau janjikan akan membalasnya dengan pahala, kami mohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Murah, semoga berkenan menerima segala amal kami dan semoga Engkau tidak memutuskan harapan kami kepada-Mu wahai Dzat yang Maha Murah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kesejahteraan atas junjungan kami, Muhammad, keluarga dan sahabatnya”.



DOA  AWAL  TAHUN  BARU

اللهمَّ أَنْتَ اْلاَبَدِيُّ الْقَدِيْمُ اْلاَوَّلُ. وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَجُودِكَ الْمُعَوَّلِ. وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ اَقْبَلَ. نَسْئَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَاَوْلِيَائِهِ وَجُنُوْدِهِ, وَالْعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ اْلأَمَّارَةِ بَالسُّوْءِ, وَاْلاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنا اِلَيْكَ زُلْفَى يَاذَالْجَلاَلِ وَالاِكْرَامِ. وَصَلى اللهُ عَلَى سيدنا محمدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

 “Ya Allah, Engkau dzat yang abadi,  yang dahulu dan awal. Atas anugerah-Mu dan kemurahan-Mulah Dzat yang Agung kami menggantungkan (nasib). Kini tahun baru telah tiba, kami mohon kepada-Mu penjagaan sepanjang tahun ini dari segala godaan syetan dan jin serta tentaranya. Dan berilah pertolongan untuk menghindarkan diri dari gangguan-gangguan nafsu yang mengajak melakukan kejahatan. Dan bimbinglah kami dengan segala yang dapat mendekatkan kami dengan-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Mulia. Semoga Allah memberi rahmat kepada tuan kami Muhammad SAW , keluarga dan sahabatnya semua”.

















Sabtu, 21 September 2013

CIRI-CIRI RASULULLAH SAW. YANG HADIR DALAM MIMPI AL-HABIB MUNDZIR AL-MUSAWA

الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَا رَسُوْلَ اللَّهْ
Ketika ada seorang jamaah bertanya kepada al-Habib Mundzir al-Musawa tentang pertemuannya dengan Baginda Rasulullah Saw., maka beliau pun menjawab:

“Saya sebenarnya kurang berkenan menjawab namun saya pun tak berani berdusta. Saya sering berjumpa dengan Rasulullah Saw., dan sesekali ada hal berupa wasiat dan nasihat.

Ciri-ciri Rasulullah Saw. yang nampak dalam mimpi al-Habib Mundzir adalah:
1. Cambang dan janggut beliau sangat hitam gelap kebiru-biruan dari gelapnya.
2. Wajah beliau bagaikan mutiara yang bercahaya.
3. Senyumnya tak pernah sirna dari bibir indahnya.
4. Hati serasa linu dan seakan akan mencair karena keindahan wajah Sang Nabi Saw.
5. Lezat memandang wajah beliau Saw. terasa linu ke sekujur tubuh seakan lebih dari 1000x rasanya ejakulasi. Sekujur tubuh serasa linu tak terperikan.
6. Jari-jemari beliau lentik dan lembut dan sangat indah.
7. Tingginya sekitar 200 cm.
8. Imamahnya putih dan besar.
9. Kedua matanya sangat indah dan memancarkan kesejukan dan penuh kasih sayang.
10. Membuat orang yang memandang matanya ingin luluh dan bersimpuh berlutut di kakinya dan menangis bagaikan bayi manja yang memeluk ibunya karena tak melihat yang lebih mengasihinya selain ibunya.
11. Ucapannya dan suara beliau Saw. berwibawa, namun lembut dan perlahan hampir berbisik, namun jelas dan sangat merdu



Sumber : https://www.facebook.com/groups/alumni.krapyak/


 
 
 

Jumat, 02 Agustus 2013

WEJANGAN MANTEN KH Ali Maksum





KH Ali Maksum


Ananda kedua mempelai yang tersayang. Hari ini adalah hari yang berbahagia bagi ananda berdua, karena cinta kasih yang murni telah berpadu di dalam hatimu berdua. Telah diresmikan perpaduan itu di dalam jalinan perkawinan yang sudah lama anda idam-idamkan.
Perkawinan itu memang suatu acara ibadah Islam yang amat menggembirakan khususnya bagi mempelai berdua dan umumnya bagi keluarga serta handai taulan terdekat bagi yang bersangkutan.
Di sini kita mengayubagyo terhadap mempelai, berharap semoga keluarga baru itu sukses, selalu bersyukur atas terselenggarakannya pernikahan dan berpikir panjang tentang langkah-langkah kehidupan baru tersebut. Jadi disinilah berkumpul hal-hal yang menyenangkan dan hal-hal yang melelahkan otak. Karena itu, seorang yang bijak mengatakan, “Perkawinan adalah salah satu bentuk lotre”.
Mengingat itu semua, maka akad nikah selalu ditutup dengan do’a, semoga awal yang berbahagia ini akan berakhir dengan bahagia dan berjalan dengan penuh bahagia juga. Amien!
Selain berfungsi biologis, nikah juga berfungsi sosial. Nikah itu benar-benar merupakan awal hidup baru, situasi baru, pandangan baru, dan orientasi baru. Situasi kehidupannya menjadi terasa lebih mantap, mapan, tidak canggung, dan jelas arah hidupnya, di samping berbagai harapan baru bermunculan, juga berdatangan berbagai kesulitan yang bertubi-tubi, bahkan yang semula tak terlintas sama sekali.
Oleh karena itulah Allah menjamin bahwa dengan nikah itu akan timbul ketenangan yang hal ini menjadi kunci segala kesulitan. Tinggal kita sendiri dapat atau tidakkah menggapai hikmah yang besar itu? Dalam hal ini Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah yaitu Dia menciptakan untuk kalian pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu tenteram bersamanya, dan dijadikan rasa kasih dan sayang diantara kamu.” (QS Ar-Rum : 21)
Inilah salah satu hikmah terbesar dalam nikah tersebut.
Berdasar itu semua, agama menganjurkan agar pernikahan itu menjadi ibadah hendaknya diniyati mengikuti Sunnah Rasul. Berarti bukan sekedar dorongan biologis dan nafsu birahi.
Dengan niat suci tersebut dalam realisasinya dapat dikembangkan menjadi berfungsi syi’ar Islam atau pengembangan sayap kerukunan secara lebih luas dalam masyarakat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi kita sendiri, atau berfungsi sebagai pengikat keakraban yang lebih intim, sebagaimana yang dilakukan oleh Iskandar Dzulqarnain atau Alexander Maqduni. Setelah berhasil dengan penaklukan besarnya di negeri-negeri Asia, beliau mengawini puteri Raja Darius.
Pernikahan yang dilakukan atas dasar dorongan biologis, sesungguhnya kurang bermakna, karena tidak akan pernah membawa kepuasan dan dengan demikian ketenangan tidak pernah kunjung tiba, yang ada hanya kurang puas, ingin yang lain, ingin coba ini dan itu.
Di kala Siti Fatimah, puteri Nabi akan dimadu oleh suaminya Ali bin Abi Thalib, maka dengan serta merta Nabi menyatakan: “Kalau anakku Fatimah engkau madu, lebih baik ceraikan saja.
Mungkin sekali Nabi melihat bahwa kehendak Ali ini terdorong oleh nafsu birahi, ini bukan karena bermadu itu terlarang dalam Islam, tetapi perlu dilihat lebih dahulu latar belakang apa sebabnya sehingga perbuatan ini terpaksa dilakukan.
Sebagaimana tadi yang telah saya terangkan tadi bahwa: “Perkawinan adalah suatu bentuk lotere, jadi kadang-kadang undiannya beruntung dan kadang-kadang gagal.” Kami yakin, asalkan ananda berdua rukun saling pengertian, saling menyayangi, dan saling bantu membantu, Insya Allah akan mendapatkan jalan keluar yang menggembirakan.
Ambil filsafah burung merpati “Anggone rukun mesra-mesraan” : Nek sing wedhok ngendog, sing lanang gantenan ngangkremi, ugo nek endhog wis netes metu piyik, gantenan nglolohi. Ojo pisan-pisan nyontoh filsafah pitik : Nek babone wis ngendog, jagone nggolek yang-yangan maneh. Luwih-luwih, wal ‘iyadlu billah, ojo niru coro bebek, nek wis ngendog, lanange-wadone ora tanggung jawab, emoh ngangkremi.
Kedua. Dalam menatap kehidupan, pada umumnya lelaki lebih memerankan pikiran, sedang wanita lebih memerankan perasaan atau emosi, karena itu seorang lelaki biasanya mudah mengabaikan hal-hal yang kelihatan kecil dan orang wanita mudah marah dan iri hati terhadap tetangga, dalam hal ini ananda sebagai suami harus jangan membikin suasana tegang. Tapi buatlah suasana rumah tangga selalu cerah dan santai tetapi berwibawa.
Imam Ghozali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin menyebut salah satu adab pergaulan suami-istri ialah : “Hendaklah suami suka mengajak kelakar dan bergurau dalam rangka meringankan tanggungan beban moral rumah tangga, karena gurauan dan rayuan itulah yang mampu menghibur hati wanita.
Disebutkan dalam sebuah hadits Nabi yang artinya : “Adalah Rasulullah itu orang yang banyak bercanda dan bergurau dengan permaisurinya”. HR. Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah.
Dalam kenyataannya, Nabi pernah balapan dengan Siti Aisyah permaisurinya tersayang, terkadang Nabi menang dan terkadang Aisyah yang menang.
Demikian inilah cara bergaul dengan istri, meskipun ananda tidak harus balapan lari, tapi bisa saja balapan apa-apa di dalam kamar.
Ketiga : Ananda sebagai istri harus membawa penampilan yang menarik hati kakanda. Misalnya baru pulang kerja, badan penat, dan mungkin di jalan tadi sempat melirik jin-jin wanita yang berlagak. Maka ananda harus menyam-butnya dengan penuh menyenangkan dan roman muka yang berseri, juga tutur kata yang mesra dan penampilan yang mempesona. Bagi lelaki dalam situasi lelah, sesungguhnya lebih memerlukan santapan rohani daripada santapan jasmani.
Demikianlah petuah, yang senada dengan hadits Nabi yang artinya: “Sebaik-baik istri kalian ialah yang jika dipandang suaminya menyenangkan, jika diperintah mematuhi dan jika suami tidak berada di rumah, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan harta suaminya.”
Keempat : Untuk lebih memesrakan pergaulan, maka bermanja-manja itu diperkenankan dalam Islam, asal saja secara terbatas dan hanya hubungan suami istri. Nabi bersabda, yang artinya : “Pilihlah yang masih gadis, engkau dapat mempermainkannya dan dia juga dapat mempermainkanmu” (HR. Bukhori-Muslim).
Wah…!! hadits ini hadits mana tahaaan!! Ternyata hadits ini dikatakan oleh Imam Ghazali dalam kaitannya dengan kebolehan bermanja-manja tersebut. Kalau kita cermati lebih jauh, maka diketahui bahwa sikap manja itu diperbolehkan sampai dalam batas saling mempermainkan.
Lebih jauh Sayyidina Umar R.A. yang keras itu menyatakan yang artinya : “Suami itu jika di rumah (pergaulannya dengan istri) seyogyanya bersikap seperti anak kecil, dan jika diperlukan orang lain baru menunjukkan kebolehannya sebagai lelaki dewasa
Kelima : Sikap cemburu itu dianjurkan oleh Islam, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang artinya : “Sesungguhnya aku ini pencemburu, dan barang siapa yang tidak mempunyai rasa cemburu, maka orang itu senewen!” .
Tapi cemburu yang berlebih-lebihan adalah dilarang oleh agama, sebab berarti buruk sangka dan tidak percaya kepada suami atau istri. Oleh karena itu Nabi bersabda dalam hadits lain, yang artinya :  Sesungguhnya diantara bentuk cemburu ada yang dibenci oleh Allah, yaitu cemburunya istri atau suami dalam hal-hal yang tidak perlu dikhawatirkan” HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban.
Keenam : Akhirnya kedua-duanya supaya saling cinta-mencintai, Karenanya ……… (nama suami) harus menganggap tidak ada wanita yang cantik dan molek mempesona melainkan hanya ……… (nama isteri) seorang. Dan …… (nama isteri) menganggap tidak ada pria yang tampan sedap dipandang mata melainkan hanya ……… (nama suami)  jua. Kedua-duanya sudah menutup pemilihan jodohnya.  ………(nama isteri)  adalah pendamping yang tercinta, dan …… (nama suami) adalah suami yang bijaksana tempat penggantungan jiwa. Tanpa …… (nama isteri) hidup tiada berarti, dan tanpa …… (nama suami) hayat bagaikan mati, nasi terasa segam, air terasa duri.
Hadirin sekalian! Sesungguhnya masih banyak yang akan kami sampaikan di sini, tetapi saya kira pengantinnya setelah mendengar wejangan-wejangan saya yang “mana tahan” ini, koq sudah senggol-senggolan. Maka terpaksa kami cukupkan sekian saja dan selanjutnya anda berdua supaya berdiskusi sendiri tentang apa yang harus dilakukan di malam hari, terutama do’a apa yang harus dibacakan kalau mau tidur, atau kalau mau apa-apa!!
Demikianlah apa yang bisa kami sampaikan kali ini, semoga bermanfaat bagi pengantinnya dan untuk kita semua “Para bekas-bekas pengantin agar dapat bernostalgia kembali”
Sekian, kurang lebihnya minta maaf.
Ya Allah, berkahi kedua mempelai ini, himpun mereka berdua dalam kebaikan dunia akhirat. Jadikan kehidupan mereka berdua kehidupan yang baik dan bahagia, kehidupan penuh kasih dan sayang, kehidupan mawaddah dan rahmah, kehidupan yang tenang dan sejahtera, kehidupan yang penuh nikmat dan lapang. Ya Allah, jadikan mereka berdua termasuk dalam hamba-hambaMu yang mukmin, sholeh, muttaqi, yang berdaya guna bagi Islam dan muslimin. Semoga Allah mencurahkan kasih rahmatNya untuk sayyidina Muhammad, seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya.


______________________________

*) Diambil dari buku berjudl “SINGKAT PADAT : Biografi, Jawami’ul Kalim, Asmaul Husna, Syi’iran dan Wejangan Manten KH ALI  MAKSHUM”, oleh Achmad Suchaimi. Surabaya : Athena Sejahtera; cet.1 - 2011